Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2023

ciremai kala itu

 waktu itu, nangis habis bung air sebotol, kerier berat nya minta ampun air nya aja 6 botol ukuran 1,5 di tambah botol 600 ml - 7 atau 8 botol aku lupa persis nya berapa, yang saya ingat saya bawa air dua tingkat penuh. berat nya minta ampun, bawanya dari jalur linggasana lagi hahaha jalur yang star nya lebih rendah dari jalur linggarjati. karena merasa keberatan saya buang lah 1 botol air 1,5 liter itu, dan ternyataaa taraaaa tidak mengurangi beban di pundak saya hahahaha membuang air sebotol tidak berarti membuat kerier menjadi ringan.  daaaan habis ituuu, susaaah nyari air, hujan tak kunjung datang dan kebutuhan air menipis hahahaha  menyesal lah saya karna membuang air, ingat man teman jangan lakukan apa yang saya lakukan dulu hahaha. sekalinya hujaaan bahagianya minta ampun, gelar plastik nampung air. kerier seberat apapun gak papa yang penting gak kesusahan air hahaha. begitu lah pengalaman saya pas di ciremai kala itu wkkwkw ketawa sendiri kalo ingat

air dan garam

hari ini pulang dari nikahan teman di semarang, dari awal perjalanan sudah mulai turun hujan. Kami yang anak motor mania ini sudah standby mantol (senjata kami anak motor), dan sepertinya hujan turun rata di mana mana atau setidak nya sepanjang rute yang kami lalui untuk sampai jogja. hal ini membuat saya mulai menggigil di perjalanan, terutama begitu memasuki ringroad sala tiga, udaranya terasa lebih dingin dan menusuk tulang. Setibanya di jalan keluar ringroad salatiga saya meminta bojo untuk istirahat sejenak. tanggan sudah mulai keriput putih, mungkin begitu juga dengan kaki karna sudah terendam air sedari didalam sepatu. tiba tiba saya jadi teringat emak saya, membuat saya melamunkan masa dulu. Dulu sepulang naik gunung dari merbabu bersama teman, mungkin karna sudah mendengar suara motor masuk, emak kelur sambil tersenyum dan berkata “kalian sudah pulang”. sambil melihat kami membuka mantol dan menurunkan barang barang kemudian menyuruh kami mandi air yang sudah di panaskan sejak

merapi yang menelurkan rinjani

Ketemu teman sma yang waktu itu sama sama naik gunung merapi, 17 agustus 2014. Dapet kabar kalo dia naik merapi juga, kaya orang konyol liatin tenda satu satu siapa tau bisa ketemu, dan pas 17 agustusan itu tendanya kok kaya pemukiman banyaak banget hahaah, kebayang kan nyari satu orang di antara entah berapa orang yang sama sama naik merapi. teriak teriak nama rimbanya, dalam hati sambil ngomong, (masa bodoh deh keliatan konyol, orang gak kenal juga), nggak lama habis itu dia keluar dari tenda, jebul tangi turu, lakok hasyem umpat ku hahahha (ternyata bangun tidur, dan ada sedikit bahasa umpatan dalam bahasa jawa yang nggak bisa di bahasa Indonesiakan hahaha) sambil ngobrol ngalur ngidul, maklum lama nggak ketemu temen SMA dan sehobi trus aku bilang " rinjani yok "  " berapa bajet ? ", tanya nya  " 600 ribu pp, kalo mau beli oleh oleh ya nambah dikit " jelas ku. " wah boleh, aku nyari uang dulu, kita kumpulin beberapa teman sma sekalian " dan

Jalan jalan Ijen

Berdua bersama Dita kami mendaki gunung ijen ( kawah ijen ). Karena dita dari Bali dan saya dari Surabaya kami putuskan titik pertemuannya stasiun karang asem Banyuwangi. Diluar perkiraan saya posisi stasiun karang asem merupakan ujun sebuah jalan,berbeda dengan beberapa stasiun yang pernah saya ketahui terletak si pinggir jalan, ini sekaligus membuat saya merasa masih kurang jauh lagi melangkahkan kaki.   Stasiun karang asem dan juga rumah singgah yang kami datangi ternyata sangat sepi, padahal menurut beberapa info pendakian gunung ijen stasiun karang asem merupakan titik awal bagi pendatang luar kota. Harapan untuk mendapatkan teman seperjalanan agak nya sedikit pupus. Yasudah kalo memang ahir nya harus jalan berdua saja tidak apa apa pikir kami. Tidak lama setelah kami berada di rumah singgah, kemudian datang dua orang lagi asal Prancis yang ternyata juga memutuskan istirahat di rumah singgah terlebih dulu sebelum menuju pos perijinan. Dari yang empunya rumah kami di perkenalkan,

Akad Nikah

  hal yang membuat saya langsung menitihkan air mata adalah ketika bapak saya menjawab pertanyaan pak naip “saya akan menikahkan anak saya sendiri” . ditengah tradisi masarakat sekitar yang menikahkan anak nya selalu terwakilkan oleh pak naip. ... sungguh panjang perjuangan kami untuk hal besar ini. Saya lahir dari keluarga jawa dan cina yang pada tahun orang tua saya menikah birokrasi pernikahan begitu sulit, persaratan persaratan agar pernikahan tercatat di catatan sipil begitu sulit, bagaimana tidak ketika ibu saya di suruh mengurus perpindahan warga negara sedangkan ibu saya sendiri adalah orang indonesia yang sudah memiliki akta lahir indonesia. Bagaimana tidak ketika orang tua ibu saya harus berpindah agama ke Islam sedangkan agama adalah hal sakral manusia dengan sang pencipta. . Kesulitan mengurus birokrasi dimasa itu membuat ibu dan bapak saya menikah secara agama tanpa tercatat di catatan sipil, hal ini saya ketahui setelah saya lulus kuliah dan meminta bapak saya untuk memba

untuk anak cucu

Semoga kelak anak cucu masih bisa melihat hijaunya tanaman dan cantik nya bebungaan Sedari dulu ketika di Surabaya ingin sekali memulai menanam di teras kamar kos dengan bebungaan, tapi terbatasnya lahan membuat itu saya urungkan, kebutuhan lahan parkir lebih mendesak saat itu hahaha.   Ada sedikit tanah sepetak di pojok belakang kantor, saya dan Teguh (teman kantor ) menaruh beberapa tanaman kecil, mulai biji pepaya yang tersemai dengan sendirinya, rambutan dan bebijian yang tidak sengaja tumbuh di dekat tempat sampah depan kantor, kami pindahkan kebelakang tapi rusak oleh tikus.   Setelah pulang ke jogja, ketika jogja sedang panas panasnya ternyata jendela lantai 2 kami yang seabrek itu tidak cukup untuk membuat lantai dua terasa sejuk untung ngaso. Iya seabkrek beneran karena dari 4 sisi ruangan, 2 nya terpakai sebagai jendel geser satunya dinding, satunya lagi jalan tangga menuju lantai satu. Kalau semua jendela di buka ruangannya jadi berkali lipat lebih luas, dengan pemandangan

Keluarga Singkawang

Saya akan menceritakan, bagaimana saya bangga terlahir dari darah ibu saya. Kemarin tanggal 21 popo kami tercinta kembali ke sisi Sang Pencipta. Sungguh sesuatu yang terjadi begitu cepat sampai sampai sekarang pun kami masih belum bisa mempercayai kejadian tersebut.   Melihat popo kembali kepada Tuhan dengan begitu mudah dan indahnya, saya yankin Popo adalah orang yang baik, ini bukan lagi persoal agama, tapi sudah urusan manusia dengan Sang Pencipta. Popo kami beragama budha, memilihi 6 anak. Anak pertama popo menjadi mualaf, anak ke 4 popo menjadi seorang kristiani, tapi popo tidak merubah sedikit pun kasih sayang beliau kepada anak anaknya. Sebelum pulang ke Singkawang untuk menghadiri pernikahan jiji kami, saya sempat bertanya “ apakah nggak papa kalau saya di sana menggunakan jilbab dalam acara tersebut ?” , saya rasa ini perlu saya tanyakan, karena saya tidak tau apa yang akan terjadi terhadap keluarga disana setelah saya pulang dari Singkawang ketika dalam acara sakral tersebut

Wapalhi 40 tahun

Nama saya Lili, nama rimba saya Balsem (iya balsem yang dipakai untuk pertolongan pertama karena keseleo sekaligus menghangatkan sekalipun lebih condong ke panas ya bukan hangat hahaha). Saya angkatan Wulung Adri, masuk kuliah tahun 2011 dan mengikuti pendas 27 di WAPALHI (Wahana Pecinta Lingkungan Hidup ). Melihat WAPALHI sebentar lagi akan menginjak usia 40 tahun, sungguh membuat saya terharu, dan jika ada yang membuat saya seperti ini sekarang salah satunya adalah bergabung dengan organisasi ini. Memang saya yang saat ini yang seperti apa ?, bukan bukan, saya bukan orang dengan penghasilan tinggi, setidaknya belum, usia saya masih dalam fase berjuang hahahaha. Saya yang di usia ini merasa bahwa saya bukan lah apa apa, dan apa yang kita tahu bukanlah apa yang sebenarnya terjadi. Anak anak seperti itu lah yang setidaknya masih memposisikan diri selalu belajar, nah alhamdulillah nya dapat suami sepemikiran juga, menganggap semuanya harus di pelajari dan terus beruban. Tidak berpandan