Langsung ke konten utama

Jalan jalan Ijen

Berdua bersama Dita kami mendaki gunung ijen ( kawah ijen ). Karena dita dari Bali dan saya dari Surabaya kami putuskan titik pertemuannya stasiun karang asem Banyuwangi.
Diluar perkiraan saya posisi stasiun karang asem merupakan ujun sebuah jalan,berbeda dengan beberapa stasiun yang pernah saya ketahui terletak si pinggir jalan, ini sekaligus membuat saya merasa masih kurang jauh lagi melangkahkan kaki.
 
Stasiun karang asem dan juga rumah singgah yang kami datangi ternyata sangat sepi, padahal menurut beberapa info pendakian gunung ijen stasiun karang asem merupakan titik awal bagi pendatang luar kota. Harapan untuk mendapatkan teman seperjalanan agak nya sedikit pupus. Yasudah kalo memang ahir nya harus jalan berdua saja tidak apa apa pikir kami. Tidak lama setelah kami berada di rumah singgah, kemudian datang dua orang lagi asal Prancis yang ternyata juga memutuskan istirahat di rumah singgah terlebih dulu sebelum menuju pos perijinan. Dari yang empunya rumah kami di perkenalkan, dan kemudian jadilah kami satu tim perjalanan.
 
Awal mulanya kami hanya akan menemani mereka sampai pos perijinan, karena kami merasa tidak bisa mengimbangi langkah kaki mereka ketika mendaki gunung nantinya dan itu hanya akan membuat mereka kerepotan. Di sepangang perjalanan motor kami berada di depan dan mereka mengikuti dari belakang. Ternyata dengan kecepatan 60 km/ jam membuat mereka tertingal di belakang.
Kami kemudian berhenti sebentar karena melihat mereka terlihat bingung dan juga sempat berhenti bertanya pada warga, ternyata mereka hampir kehabisan bensin. Walhasil kami berjalan pelan di depan sembari mencari pom bensin yang masih buka di jam 12 malam. dan alhamdulillah tidak lama kemudian kami menemukan pertamini yang menjual bensin. 
 
Kami kemudian melanjutkan kembali perjalanan dengan sedikit megurangi kecepatan agar dua teman yang baru kami kenal itu tidak ketinggalan jauh di belakang. Tetapi karena jalan yang terus menanjak dan berkelok kami tidak bisa mengurangi laju kendaraan. Dan benar mereka tertinggal jauh, sampai di pos perijinan ternyata cahaya dari lampu yang berada di belakang kami itu bukan motor mereka melainkan motor pendakilainnya, waaah benar mereka tertinggal entah dimana. Kami merasa sedikit bersalah sekaligus khawatir motor mereka mogok, kami berbelok kemudian mencari mereka dan ternyata mereka berhenti di pinggir jalan untuk mengenakan mantol guna mengurangi udara dingin yang ada. Sebenarnya mau bilang kalau pos perijinan sudah dekat di depan gak usah di pakai mantol nya, cuman saya urungkan niatan untuk menyampaikan itu, karena malas mikir bahasa inggris nya kwkwkkww.
sesampainya di pos perijinan, setelah membeli tiket dan menghangatkan badan dengan secangkir kopi, kami memulai pendakian gunung ijen ini. Kami sampaikan ke mereka semisal mau jalan duluan gak papa karena langkah kecil kami hanya akan memperlambat mereka, dan ternyata mereka menolak untuk jalan duluan dan memilih berjalan bersama kami dalam satu tim.
 
Satu hal yang saya rasakan sudah mulai sedikit terkikis adalah tingkat kepedulian sesama pendaki gunung, di tahun 2011 an ketika gunung masih jarang di kunjungi. Bertemu dengan pendaki lain serasa begitu istimewa, bahkan tidak jarang kemudian melebur menjadi satu tim besar perjalanan. Tetapi di tahun tahun belakangan ini saya merasa tingkat kepedulian bahkan saling sapa itu mulai menipis. Mendaki bersama mereka yang bukan orang asli Indonesia dan melihat kepedulian mereka terhadap kami dalam hati saya tersenyum dan berkata 
 
Saya menemukan kembali sebuah rasa mendaki gunung seperti beberapa tahun lalu.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang sebuah Nama Rimba

Nama rimba adalah sebuah nama yang dimiliki hampir semua anak pecinta alam. Yang jelas gak ada nama yang bagus dikamus besar nama rimba, kalo gak aneh ya bukan nama rimba namanya. Gak segampang membalikkan tangan untuk mendapatkan nama rimba, ibarat seorang anak yang lahir kedunia yang harus ngejongkrok 9 bulan 10 hari dulu di dalam perut ibu dan ahirnya lahir kedunia dan di anugrai nama oleh kedua orang tua. Nama rimba pun kayak gitu, kita musti ikuan pendidikan dasar pecinta alam yang waktunya udah di tentuin sama panitia baru ketika kita di anggap layak untuk mendapat sebuah nama mereka akan memberikannya kepada kita, dan itu juga menjadikan arti bahwa kita telah menjadi sebuah bagian di antara mereka.

Wapalhi Prusic Competition

Wapalhi Prusic Competition merupakan Program kerja WAPALHI periode 2012-2013. Surat Tugas dari Kepala Suku WAPALHI Andi Purwanto W.10.586.NJ jatuh pada Aditya Bayu W.11.499.WA yang di percaya menjadi Ketua Pelaksana dalam program kerja ini.                          WPC yang kami adakan merupakan sebuah kompetisi yang menitik beratkan pada kemampuan metode penelusuran gua. Jauh sebelum di kenalnya metode SRT (Singgel  Rop Teknis) penelusuran gua masih menggunakan metode prusik. Dari sini kami menggangkat ini untuk di jadikan sebuah ajang kompetisi.  Lomba ini sendiri kami adakan di Wall Climbing POLINES pada tanggal 30-31 Maret 2013. Dengan cakupan peserta pelajar, mahasiswa dan masyarakat  se Jateng DIY.

Buah Cinta Anak Mapala

                                           Pacaran sesama anak mapala itu udah banyak, yang sampai nikah juga udah banyak. Nah loh yang namanya mapala paling terkenal konyol dan seenakke sendiri dan yang bakalan kena getahnya anak anaknya hehe. Salah satu yang pasti bakalan ngefek itu di nama mereka, kayak Eidelwis pasti itu bapak ibuknya mapala. Mahameru, ini pasti orang tuanya suka sama gunung mahameru. Ada juga waktu temenku naek merbabu dia ngeliat anak kecil usia 5th ikutan naik merbabu, gila tu anak pasti bapak ibuknya mapala kalo enggak gak bakalan tu di ijinin anak seusia itu naek gunung. Cerita punya cerita tu anak ngiri sama adiknya yang baru satu tahun udah naik merapi, karena ngeliat adiknya foto di puncak merapi si embak ngerengek minta di ajak naik gunung. Paraaah anak 1th dah diajakin naik gunug,wooy aku seusia itu masih belajar lari, ni anak udah sampai puncak merapi hebat hebat. Beneran ini efek dari bapak ibuknya yang mapala. Coba bapak ibuknya dokter keci