Sekarang aku sudah menikah, dengan siapanya nanti kau akan tau sendiri setelah menyelesaikan membaca
ceritaku.
18 desember 2019, aku sedang bersama suami menginap di sebuah kabupaten kecil di Kalimantan Barat, tepatnya Sedau. Sebuah kampung halaman milik sahabat suamiku, okee akan kulanjutkan kembali cerita cintaku ya.
Setelah menetapkan hari jadi kami sebagai sepasang kekasih ( ah aku geli sendiri memakai kalimat ini hahahha) mas Yasin semakin sering menghubungiku, kata sapaan “sayang” yang sering dia gunakan untuk menyapaku membuat ku merasa bersalah. Seolah aku sedang membohongi seseorang.
Aku membuat dia bahagia dan tersipu malu, padahal aku biasa aja. aaaah aku merasa menjadi orang jahat. hubungan kami terhitung singkat, satu bulanan apa ya, aku lupa tepat nya. perasaan bersalah itu selalu menggerogoti, meneror, mengancam ku sebagai bom waktu yang suwaktu waktu bisa meledak dan hanya akan membuat nya lebih dan lebih tersakiti dari hari ini.
Noval saat itu beberapa kali mengingatkan ku, hubugan yang diawali dengan kebohongan hanya akan menjadi bom waktu di kemudian hari. Kendil sahabat ku, saat itu mengiyakan apa yang dia bicarakan, dengan kalimat yang kurang lebih memiliki arti sama.
Beberapa kali aku berpikir, bagaimana menyampaikan kenyataan ini kepada mas Yasin, sedangkan dia saat ini begitu bahagia mendapat seorang pacar pendaki gunung. sampai di suatu moment, aku ijin dengan nya untuk mendaki gunung papandayaan saat itu. Awalnya dia mengijinkan ku untuk mendaki gunung,
tapi setelah nya dia bertanya “ bagaimana kata bapak ?”
ku jawab aja “bapak si usulnya gak usah naik gunung dulu, besok besok lagi aja”
kemudian dia berkata “ aku sebenarnya setuju dengan bapak mu, apa tidak sebaiknya di tunda dulu aja naik gunung nya, kamu fokus dulu aja sama nyari kerjaan”
di moment ini lah tiba tiba aku semakin yakin untuk memutuskan hubungan percintaan dengan dia. Bukan apa, aku hanyalah anak pertama yang lelah menjadi anak yang harus melakukan semua mua sendiri, mengambil keputusan sendiri, menjalani konsekuensi keputusan yang di ambil sendiri kemudian belum lagi bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Pada ahir nya, aku hanyalan seorang anak gadis yang ingin di bimbing, mendapat sandaran dan sahabat di masa tua yang akan bisa di ajak diskusi dalam mengambil sebuah keputusan dalam keluarga kecil kita nantinta.
Dan dari sinilah dengan sedikit dorongan emosi melihat sikap mas Yasin yang tidak bisa menyampaikan pendapatnya sendiri,
kusampaikan " sepertinya kita tak harus terikat dalam sebuah hubungan kekasih untuk kelak menjadi sepasang suami istri, dengan status pertemanan saja kita bisa jadi sepasang suami istri jika memang sudah jadi jodohnya kelak, menjadi sepasang kekasih sedikit membebani saya dalam hal tanggung jawab, bagaimana kalau kita kembali berteman saja, rasa rasaya itu akan sedikit meringankan tanggung jawab dan membuat kita lebih longgar dan bisa menjadi diri sendiri. kita bisa lebih mengenal satu sama lain tanpa ada kepura puraan "
itu merupakan kalimat putus yang sudah ku susun sedemikian rupa agar mas Yasin tidak merasa tersakiti dan sedih. Namun pada ahirnya, dia memilih untuk menutup semua jalan komunikasi dengan ku dan menghilang, bukan tetap berjalan memperjuangkan ku.
18 desember 2019, aku sedang bersama suami menginap di sebuah kabupaten kecil di Kalimantan Barat, tepatnya Sedau. Sebuah kampung halaman milik sahabat suamiku, okee akan kulanjutkan kembali cerita cintaku ya.
Setelah menetapkan hari jadi kami sebagai sepasang kekasih ( ah aku geli sendiri memakai kalimat ini hahahha) mas Yasin semakin sering menghubungiku, kata sapaan “sayang” yang sering dia gunakan untuk menyapaku membuat ku merasa bersalah. Seolah aku sedang membohongi seseorang.
Aku membuat dia bahagia dan tersipu malu, padahal aku biasa aja. aaaah aku merasa menjadi orang jahat. hubungan kami terhitung singkat, satu bulanan apa ya, aku lupa tepat nya. perasaan bersalah itu selalu menggerogoti, meneror, mengancam ku sebagai bom waktu yang suwaktu waktu bisa meledak dan hanya akan membuat nya lebih dan lebih tersakiti dari hari ini.
Noval saat itu beberapa kali mengingatkan ku, hubugan yang diawali dengan kebohongan hanya akan menjadi bom waktu di kemudian hari. Kendil sahabat ku, saat itu mengiyakan apa yang dia bicarakan, dengan kalimat yang kurang lebih memiliki arti sama.
Beberapa kali aku berpikir, bagaimana menyampaikan kenyataan ini kepada mas Yasin, sedangkan dia saat ini begitu bahagia mendapat seorang pacar pendaki gunung. sampai di suatu moment, aku ijin dengan nya untuk mendaki gunung papandayaan saat itu. Awalnya dia mengijinkan ku untuk mendaki gunung,
tapi setelah nya dia bertanya “ bagaimana kata bapak ?”
ku jawab aja “bapak si usulnya gak usah naik gunung dulu, besok besok lagi aja”
kemudian dia berkata “ aku sebenarnya setuju dengan bapak mu, apa tidak sebaiknya di tunda dulu aja naik gunung nya, kamu fokus dulu aja sama nyari kerjaan”
di moment ini lah tiba tiba aku semakin yakin untuk memutuskan hubungan percintaan dengan dia. Bukan apa, aku hanyalah anak pertama yang lelah menjadi anak yang harus melakukan semua mua sendiri, mengambil keputusan sendiri, menjalani konsekuensi keputusan yang di ambil sendiri kemudian belum lagi bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Pada ahir nya, aku hanyalan seorang anak gadis yang ingin di bimbing, mendapat sandaran dan sahabat di masa tua yang akan bisa di ajak diskusi dalam mengambil sebuah keputusan dalam keluarga kecil kita nantinta.
Dan dari sinilah dengan sedikit dorongan emosi melihat sikap mas Yasin yang tidak bisa menyampaikan pendapatnya sendiri,
kusampaikan " sepertinya kita tak harus terikat dalam sebuah hubungan kekasih untuk kelak menjadi sepasang suami istri, dengan status pertemanan saja kita bisa jadi sepasang suami istri jika memang sudah jadi jodohnya kelak, menjadi sepasang kekasih sedikit membebani saya dalam hal tanggung jawab, bagaimana kalau kita kembali berteman saja, rasa rasaya itu akan sedikit meringankan tanggung jawab dan membuat kita lebih longgar dan bisa menjadi diri sendiri. kita bisa lebih mengenal satu sama lain tanpa ada kepura puraan "
itu merupakan kalimat putus yang sudah ku susun sedemikian rupa agar mas Yasin tidak merasa tersakiti dan sedih. Namun pada ahirnya, dia memilih untuk menutup semua jalan komunikasi dengan ku dan menghilang, bukan tetap berjalan memperjuangkan ku.
Komentar
Posting Komentar