Saat mendaki gunung merapi kemarin tanggal 3 mei 2015, perasaan dan pikiran saya mengotak atik tentang fenomena mendaki gunung yang sedang marak di kalangan masyarakat saat ini. Bukan lagi sekedar penggiat alam namun hampir semua elemen masyarakat mulai menjamahi dunia mendaki gunung.
Ingatan ku masih melekat pada 4 tahun yang lalu, ketika mendaki gunung di anggap sebagai sebuah kegiatan yang sia sia semata, kegiatak konyol yang memakan resiko besar. Dan saat dimana saya di anggap aneh oleh beberapa teman saya karena melakukan kegiatan tersebut.
"Buat apa naik gunung ?,
memangnya di atas sana ngapain aja ?,
bawa barang barang banyak hanya sekedar pindah tidur saja
bener bener kurang kerjaan"
Dan apa yang terjadi sekarang, banyak sekali orang orang yang mulai menjamahi gunung dan menjadi sebuah fenomena trend di masyaakat. Mulai banyak di jumpai sampah sampah tak bertanggung jawab yang di buang seenaknya sendiri ( kalau memang belum bisa bawa sampah yang di lihat setidaknya bawa sampah yang kita gunakan). doom doom mulai menjamur, bahkan seperti labirin yang memerlukan koordinasi jelas saat ingi melewatinya.
"Tuhan
dulu ingi beberapa teman teman yang mengejekku merasakan mendaki gunung dan dekat dengan Mu
Tuhan
dulu aku merasa marah sekali ketika di kata aneh karena mendekat pada kuasa Mu
Namun sekarang"
Mulai merasa sedih karena semakin bertambahnya keinginan manusia mendaki gunung tidak di imbangi dengan output positif para pelakunya.
mulai meragukan lagi sebuah semboyan yang dulu saya pegang "negara ini akan kuat selama anak mudanya masih mendaki gunung, menyisir sungai dan bermain di hutan" (kurang lebih seperti itu saya lupa kalimat aslinya)
terlintas dalam pikiran
bukankah lebih baik di kata aneh dan tidak waras tapi gunung hutan masih terjaga
sampai di titik dimana saya sangat merasa malu pada Tuhan, ketika di dalam hati saya ada ego menginginkan gunung kembali ke kondisi seperti dulu, Dalam kondisi di mana sesama pendaki akan saling menyapa, berbincang dan bertukar nomer telephun. Kondisi dimana alam masih mengeluarkan udara sejuk, doom masih menjadi si minoritas dalam ke Esaan sang pencipta dan kondisi dimana hati merasa hanya seorang manusia yang sedang numpang lewat dan belajar dalam bumi Nya.
"Tuhan
egoiskah aku ketika meminta seperti itu
siapakah aku sampai berani beraninya meminta seperti itu
Tuhan aku benar benar malu meminta seperti itu
tapi Tuhan setidaknya munculkan lah sedikit rasa dalam diri kami hamba Mu
untuk menjaga apa yang menjadi milik Mu
menjadi kholifah yang berlaku sesuai petunjk Mu
dan menjaga Alam tempat kami menuntut Ilmu ke Esaan Mu"
Ingatan ku masih melekat pada 4 tahun yang lalu, ketika mendaki gunung di anggap sebagai sebuah kegiatan yang sia sia semata, kegiatak konyol yang memakan resiko besar. Dan saat dimana saya di anggap aneh oleh beberapa teman saya karena melakukan kegiatan tersebut.
"Buat apa naik gunung ?,
memangnya di atas sana ngapain aja ?,
bawa barang barang banyak hanya sekedar pindah tidur saja
bener bener kurang kerjaan"
Dan apa yang terjadi sekarang, banyak sekali orang orang yang mulai menjamahi gunung dan menjadi sebuah fenomena trend di masyaakat. Mulai banyak di jumpai sampah sampah tak bertanggung jawab yang di buang seenaknya sendiri ( kalau memang belum bisa bawa sampah yang di lihat setidaknya bawa sampah yang kita gunakan). doom doom mulai menjamur, bahkan seperti labirin yang memerlukan koordinasi jelas saat ingi melewatinya.
"Tuhan
dulu ingi beberapa teman teman yang mengejekku merasakan mendaki gunung dan dekat dengan Mu
Tuhan
dulu aku merasa marah sekali ketika di kata aneh karena mendekat pada kuasa Mu
Namun sekarang"
Mulai merasa sedih karena semakin bertambahnya keinginan manusia mendaki gunung tidak di imbangi dengan output positif para pelakunya.
mulai meragukan lagi sebuah semboyan yang dulu saya pegang "negara ini akan kuat selama anak mudanya masih mendaki gunung, menyisir sungai dan bermain di hutan" (kurang lebih seperti itu saya lupa kalimat aslinya)
terlintas dalam pikiran
bukankah lebih baik di kata aneh dan tidak waras tapi gunung hutan masih terjaga
sampai di titik dimana saya sangat merasa malu pada Tuhan, ketika di dalam hati saya ada ego menginginkan gunung kembali ke kondisi seperti dulu, Dalam kondisi di mana sesama pendaki akan saling menyapa, berbincang dan bertukar nomer telephun. Kondisi dimana alam masih mengeluarkan udara sejuk, doom masih menjadi si minoritas dalam ke Esaan sang pencipta dan kondisi dimana hati merasa hanya seorang manusia yang sedang numpang lewat dan belajar dalam bumi Nya.
"Tuhan
egoiskah aku ketika meminta seperti itu
siapakah aku sampai berani beraninya meminta seperti itu
Tuhan aku benar benar malu meminta seperti itu
tapi Tuhan setidaknya munculkan lah sedikit rasa dalam diri kami hamba Mu
untuk menjaga apa yang menjadi milik Mu
menjadi kholifah yang berlaku sesuai petunjk Mu
dan menjaga Alam tempat kami menuntut Ilmu ke Esaan Mu"
Komentar
Posting Komentar