Langsung ke konten utama

3 Instruktur Tersesat setelah memberikan materi navigasi

                
             
                 Hari ini kami bertiga ; saya sendiri Lili Vebriana Ichsan, Azhar annas, M Zakaria berada dalam sebuah acara interen organisasi sebut saja Tasyakuran ( Nama acara di samarkan demi kredibilitas acara tersebut hehee ).
                Setelah bersih gunung, acara selanjutnya adalah penyampaian materi dari kami bertiga. 3 kompas, 3 protaktor, dan tiga peta kami bagikan ke masing masing kelompok, hanya tersisa satu peta yang saya bawa.
                Kami mengajarkan bagaimana mencari posisi kita di peta dan bagaimana cara mencari posisi tempat yang akan dituju pada peta, peta yang kami gunakan adalah peta kontur. Satu jam praktik ternyata hanya 1 kelompok yang benar benar memahaminya. 2 kelompok lainnya belum begitu memahaminya, kami memutuskan untuk menambahkan beberapa menit ekstra untu mereka. Ternyata hal ini menyebabkan kemoloran jadwal. Peserta kemudian kami pindah tangankan pada Ari, Aris dan Budi untuk di bawa ke puncak ungaran via jalur motor dari Medini.

                Disini kami bertiga seharusnya berjalan di depan para peserta agar sampai di puncak ungaran lebih dulu, maklum panitia harus melakukan beberapa persiapan untuk acara di puncak. Akan tetapi karena adanya kemoloran jadwal, posisi kita berada di belkang peserta. Menganut paham bahwa panitia harus sampai di puncak lebih dulu membuat kami mengambil keputusan untuk lewat jalur pintas.
                Berbekal tanda tanda yang di paparkan anak anak yang lain kami berjalan mengikuti arahan mereka. Melewati kebun teh, melintasi sungai kemudian kebun kopi, terahir kebun teh lagi nanti kita akan bertemu gubuk pemetik teh di daerah gentong.
                Chek poin pertama Kebun teh, kami berjalan ke kiri mengikuti jalan setapak di kebun teh. Menjumpai percabangan kami mengambil yang kearah kiri. Jalan licin dan menurun ini membawa kami ke sebuah sungai bertanggul. Sepatu yang beralas mulai tipis ini membuat perjalanan semakin seru.

anas& zakaria sebelum tersesat


saya & anas sebelum tersesat


                Check poin ke dua sungai. Kami melintasi sebuah sungai di sebelah kiri perkebunan teh. Kami rasa itu bukan jalur yang di lewati anak anak yang lain, tidak ada jejak kaki sama sekali. Karena jalur jelas kami tetap melanjutkan perjalanan.
                Kebun kopi, chek point ke tiga. Setelah melintasi sungai kami menemukan kebun kopi, kami berjalan mengikuti jalur setapak yang ada, menyisir punggungan. Berjalan terus kami menemukan sungai di bawah punggungan yang kami lewati, nah loh padahal kalau sesuai arahan anak anak kami hanya perlu melewati 1 sungai saja.
                Chek point selanjutnya adalah kebun kopi. Kebun kopi yang kami lewati semakin lebat, jangankan jejak kaki anak anak jalur saja sudai hilang disini. Kami berjalan mengikuti aliran air. Sepatu yang tipis ini membuat saya beberapa kali tergelincir. Kami juga harus menerabas beri liar, beberapa durinya meninggalkan luka gores di tangan dan di pipi kami.
                Di depan kami tebing berbatu licin sepertinya memberi harapan karena di atasnya pepohonan tidak lagi rimbun. Susah payah kami menaikinya, tangan saya sempat keseleo disini untung kami masih membawa beberpa p3k. kami harus mendorong tubuh kami, tidak lagi mendaki tapi kami harus memanjat. Semakin lama tebing ini susah untuk di lewati, Zakaria meminta Annas untuk menepi dan menyisir ke sebelah kiri. Oh ya posisi perjalanan kami yaitu paling depan Annas, Saya di belakangnya dan Zakaria berada di paling belakang.
                Setelah menepi kami putuskan untuk istirahat sebentar, sungguh bukan tempat berhenti yang nyaman, salah gerak dikit akan terperosot kejurang. Kami membuka peta yang kami bawa, dengan melihat beberapa medan yang telah kami lewati dan curamnya tempat kami berada sekarang, kami menunjuk sebuah titik di peta. 2 jam bergerak ternyata tidak berpengaruh lebih pada posisi kami, kami masih berada di sekitar Medini.
                Kami berdiskusi menentukan langkah selanjutnya yang akan kami ambil. Opsi pertama yaitu kembali ke Medini dan pulang duluan pakai motor, dengan pertimbangan jadwal acara di puncak yang tidak mungkin kami kejar lagi. Kami masih terlalu jauh dari perumasan, belum lagi perumasan sampai di puncak memerlukan kurang lebih 2 jam.
                Opsi ke dua yaitu mengejar mereka, mengikuti acara di puncak dan meminta panitia yang lain menunggu kedatangan kami.
                Untuk melakukan salah satu dari kedua opsi tersebut hal pertama yang harus kami lakukan adalah keluar dari hutan ini dan menemukan perkebunan teh. Kami tidak memilih kembali ke jalur yang kami lewati, kami semua sepakat itu. Mendaki ke atas terlalu beresiko tinggi, di bawah kami jurang, ahirnya kami putuskan untuk menyisir ke depan
                Kami berjalan terus dengan tetap focus ke atas. Perjalanan kami harus berhenti karena jurang di depan kami, tidak memungkinkan untuk maju. Annas mengecek jalur ke atas. Saya dan Zaka di bawah mengecek ulang peta kami. Beberapa kali terdengar suara batu berjatuhan bukan lagi batu kecil namun batu yang besar. Saya dan Zaka mencari tempat yang aman untuk menyelamatkan kepala kami.
Kami tetap berkomunikasi dengan Annas, namun suaranya semakin mengecil dan sulit kami tangkap maksudnya. Beberapa kali dia berteriak dengan memotong motong kalimatnya agar kami paham.
Saya dan Zaka putuskan untuk menyusul Annas. Subhanallah jalurnya terjal sekali, tanah yang gembur membuat kami harus berpegangan pada dahan dahan atau akar yang kuat, pantas saja beberapa kali kami mendengar suara bebatuan jatuh.
Perjuangan yang keras untuk mencapai posisi Annas. Zakaria beberapa kali membantu saya menggapai pegangan yang tidak dapat saya jangkau. Bertemu dengan Annas kami mendiskusikan lagi langkah selanjutnya, kami putuskan melanjutkan mendaki ke atas, dengan catatan ushakan tidak mengekor karena resikonya terlalu besar.
Annas lebih dulu sampai di atas, dia berteriak kepada kami untuk menyusulnya. Dia sudah sampai di perkebunan teh, kami bergegas menyusulnya walau pun duri duri kadang menghambat langkah kami.
Sesampainya di atas kami beristirahat sejenak, dan mengisi ulang tenaga dengan beberapa biskuit yang kami bawa. Kami berada di perkebunan teh, satu punggungan dari target kami. Maju atau mundur sekarang itu yang menjadi pertimbangan kami. Kami bertemu dengan rombongan yang akan turun. “Mas tadi bertemu dengan rombongan yang pakai baju kotak kotak gak ?” Tanya kami sambil berteriak teriak karena mereka berada di atas kami. “iya mas, sekitar 30 menit yang lalu” jawab mereka.
Jawaban itu membuat kami mengambil keputusan mengejar mereka dan mengikuti acara di puncak. Kami mempercepat langkah kami, berusaha menemukan rombongan peserta. Senyum kami mengembang ketika sampai di Peromasan dan melihat peserta kami berada di atas kami. Huaaa lelah tubuh ini rasanya menguap. Kami juga bertemu beberapa alumni kami yang masih di bawah, kami puas di tertawakan karena penampilan kami yang compang camping.

Kami bertiga saling melihat satu sama lain dan saling menertawakan. Penampilan kami yang tidak lagi kece, tapi kami justru tiga kali lipat lebih kece ; kece yang pertama karena kami bertiga instruktur, kece ke dua karena kami mampu membaca peta tanpa kompas dan keluar dari hutan, kece yang ke tiga karena kami mampu menyusul rombongan peserta.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang sebuah Nama Rimba

Nama rimba adalah sebuah nama yang dimiliki hampir semua anak pecinta alam. Yang jelas gak ada nama yang bagus dikamus besar nama rimba, kalo gak aneh ya bukan nama rimba namanya. Gak segampang membalikkan tangan untuk mendapatkan nama rimba, ibarat seorang anak yang lahir kedunia yang harus ngejongkrok 9 bulan 10 hari dulu di dalam perut ibu dan ahirnya lahir kedunia dan di anugrai nama oleh kedua orang tua. Nama rimba pun kayak gitu, kita musti ikuan pendidikan dasar pecinta alam yang waktunya udah di tentuin sama panitia baru ketika kita di anggap layak untuk mendapat sebuah nama mereka akan memberikannya kepada kita, dan itu juga menjadikan arti bahwa kita telah menjadi sebuah bagian di antara mereka.

Wapalhi Prusic Competition

Wapalhi Prusic Competition merupakan Program kerja WAPALHI periode 2012-2013. Surat Tugas dari Kepala Suku WAPALHI Andi Purwanto W.10.586.NJ jatuh pada Aditya Bayu W.11.499.WA yang di percaya menjadi Ketua Pelaksana dalam program kerja ini.                          WPC yang kami adakan merupakan sebuah kompetisi yang menitik beratkan pada kemampuan metode penelusuran gua. Jauh sebelum di kenalnya metode SRT (Singgel  Rop Teknis) penelusuran gua masih menggunakan metode prusik. Dari sini kami menggangkat ini untuk di jadikan sebuah ajang kompetisi.  Lomba ini sendiri kami adakan di Wall Climbing POLINES pada tanggal 30-31 Maret 2013. Dengan cakupan peserta pelajar, mahasiswa dan masyarakat  se Jateng DIY.

Buah Cinta Anak Mapala

                                           Pacaran sesama anak mapala itu udah banyak, yang sampai nikah juga udah banyak. Nah loh yang namanya mapala paling terkenal konyol dan seenakke sendiri dan yang bakalan kena getahnya anak anaknya hehe. Salah satu yang pasti bakalan ngefek itu di nama mereka, kayak Eidelwis pasti itu bapak ibuknya mapala. Mahameru, ini pasti orang tuanya suka sama gunung mahameru. Ada juga waktu temenku naek merbabu dia ngeliat anak kecil usia 5th ikutan naik merbabu, gila tu anak pasti bapak ibuknya mapala kalo enggak gak bakalan tu di ijinin anak seusia itu naek gunung. Cerita punya cerita tu anak ngiri sama adiknya yang baru satu tahun udah naik merapi, karena ngeliat adiknya foto di puncak merapi si embak ngerengek minta di ajak naik gunung. Paraaah anak 1th dah diajakin naik gunug,wooy aku seusia itu masih belajar lari, ni anak udah sampai puncak merapi hebat hebat. Beneran ini efek dari bapak ibuknya yang mapala. Coba bapak ibuknya dokter keci