Membaca berita kemarin perihal meninggalnya seorang pendaki di gunung raung dan di sangkutkannya kepada pengambilan keputusan terhadap perjalanan menuju puncak. Saya teringat kembali pendakian ke gunung rinjani tahun 2014 lalu yang mengharuskan saya mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan perjalanan.
Musuh terberat dalam hidup ini adalah diri sendiri, baik dalam sebuah pendakian maupun dalam kehidupan sehari hari. Terlebih dalam sebuah pendakian yang sifatnya zero toleran. Bahkan saya sendiri terkadang masih memiliki toleran, sesuatu yang seharusnya tidak ada dalam pendakian.
Perjalanan menuju lombok kemudian Rinjani ini awal nya sempat saya batalkan karena satu minggu sebelum pendakian saya sakit yang membuat saya hanya terbaring di tempat tidur. Sempat saya sampaikan kepada teman saya niatan itu kemudian dia menjawab " aaalaah kudu melok kowe, mengko kowe ning gonanku sik trus ngombeobat, isuk e mesti masi ( ah harus ikut kamu, nanti kamu ke tempat ku dulu trus minum obat, esok nya pasti sembuh )". Saya pertimbangkan lagi keputusan saya ini, karena mulai dari jadwal, tiket, jalur pendakian dan manajemen yang mengurus saya, sempet khawatir juga kalau pada ahir nya saya gak ikut berangkat, ahirnya saya mengikuti usulan teman saya. berangkat lebih awal dan beristirahat di tempatnya sembari esok nya mencari perlengkapan di daerah solo sebelum berangkat sendiri ke lombok.
Pendakian kali ini memang terasa begitu berat buat saya, setiap makanan rasanya tidak bisa saya telan. Keharusan mengisi energi membuat saya memaksakan makan sesuap dua suap. Hidung meler tak berhenti henti, sambil beberapa kali kepala berkunang. hampir satu minggu sebelumnya saya muntah dan diare tiap hari, tapi begitu menginjakkan kaki di rinjani, saya tidak poop sama sekali dalam satu minggu. Saya rasa semua makanan saya terbakar jadi keringat hahahah
Pada saat itu pendakian menuju puncak dari plawangan sembalun kami mulai sekitar jam 10 pagi, ini merupakan salah satu kesalahan manajemen waktu kami. Resiko pendakian di siang hari sangat tinggi, semakin siang angin yang ada di sekitar puncak akan begitu kencang dan tidak adanya pepohonan yang mampu di jadikan tempat berteduh dari angin, membuat kami akan langsung tersapu apa bila angin kencang menerbas jalur pendakian menuju puncak ini.
Sekitar jam dua siang kami sudah sampai di leter E, jalur yang dari bawah akan terlihat seperti huruf E. Peralihan antara jalur berbatu coklat ke jalur berbatu putih istilah saya karena kurang paham tentang jenis bebatuan. Disana saya merasa dada begitu sesak, udara yang saya hirup rasa rasanya tidak lewat ke paru paru sama sekali, hambar dan kering. Saya menghirup tabung oksigen yang kami bawa dalam P3K, dan di situ kali pertama saya merasa tabung oksigen itu berfungsi. Tidak jarang karna merasa penasaran terhadap manfaat tabung oksigen, ketika berberes obat obatan P3K saya iseng mencobanya, dan merasa kalau memang oksigen ya oksigen, tidak bisa di rasakan.
Memandang jalur pendakian menuju puncak yang sudah terlihat dekat saya putuskan untuk kembali berjalan dan sedikit memaksa tubuh saya agar tidak terlalu manja. Akan tetapi saya juga mengantisipasi apabila terjadi sesuatu ketika saya terlalu memaksakan diri yang mengakibatkan tubuh saya menolak keinginan otak saya.
Saya berpesan kepada rekan saya " tolong nanti semisal tiba tiba aku pingsan dan kejang, tolong pertama yang di chek lidah nya ya, kalo lidahku menutup saluran pernapasan tolong di tarik dulu, selebihnya aman " kata ku
saya pernah punya pengalaman serupa yang membuat saya hampir tercekat dan tak bisa bernapas, membaca kemungkinan itu saya sampaikan antisipasi nya terlebih dahulu kepada teman saya.
melihat respon teman saya yang malahan kelihatan panik dan berharap itu tidak terjadi, saya menghentikan perjalanan saya, kemudian duduk memunggungi jalur puncak yang di depan mata sudah terlihat dekat.
saya teringat pesan kakak senior saya yang sempat saya pamiti sebelum berangkat, pesannya " yang penting kamu selamas sampai pulang soal puncak bukan tujuan utama"
sambil memandang hamparan lautan awan otak dan hati saya saling beradu argumen
otak saya berkata " sudaaah sikaat, tinggal sedikit lagi, sudah jauh jauh sampai sini mosok ya gak sampai puncak "
otak saya berkata " sudaaah sikaat, tinggal sedikit lagi, sudah jauh jauh sampai sini mosok ya gak sampai puncak "
hati saya mendebat nya " siapa yang mau bawa kerier mu itu kalo kamu ada apa apa ? semua teman teman mu sudah membawa beban berat masing masing, mau kamu apakan 80 liter itu, tambahkan ke beban teman teman mu ? kamu mau menyusahkan teman teman mu ? perjalanan mu masih panjang, menuruni plawangan sembalun menuju plawangan senaru itu sudah seperti naik satu gunung lagi. Bukan sampai puncak lantas perjalanan mu selesai, "
otak ku tak mau kalah " perjalanan segini lama dan jauhnya mosok mau nyerah sampai di sini, tembus batas maksimal mu, belum tentu juga besok atau lusa bisa kesini lagi"
Keputusan sulit yang harus saya ambil, tanpa di sadari saya melinangkan air mata, tak mau terlihat oleh teman teman saya, saya tetap duduk memunggungi mereka dengan dalih butuh istirahat sebentar. Saya menyalahkan diri sendiri, merasa begitu lemah,merasa begitu pecundang. Perasaan yang begitu sulit di gambar kan hinga kemudian air mata tak terasa membuat pipiku terasa dingin ketika terkena hembusan angin.
Saya berusaha menyatukan otak dan hati, dalam hati saya berkata " tak apa kalau tidak sampai puncak li, setidaknya kamu tidak menyusahkan teman teman mu, perjalanan masih panjang, kamu harus bisa tetap berjalan dan memanggul kerier mu. Kamu cewek sendiri, jangan menyusahkan orang "
ahir nya saya sampaikan kepada teman saya, kalau saya memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan kepuncak. dua orang menemani saya kembali ke camp plawanagan sembalun. Tiganya lagi melanjutkan perjalanan menuju puncak. Sebagai hadiah mereka yang menuju kepuncak kemudian mengabadikan foto pdh ( pakaian dinas harian Wapalhi Semarang) saya dan slayer di puncak Rinjani Lombok.
babyliss pro titanium -Tianiumarts.com
BalasHapusbabyliss pro titanium. Designed ceramic or titanium flat iron for omega seamaster titanium use with a winnerwell titanium stove 2D model 2D models 3D models. Model 3D models 2D models 1D models ceramic or titanium flat iron 2D models 2D models 3D models 2D microtouch trimmer